Tarwih keliling, Safari Ramadan, dan Safari Dai: Memaknai Silaturahmi yang Kosmopolitan

Makassar, PANRITA.News – Masing-masing organisasi, sepanjang Ramadan ini melakanakannya tidak saja dengan puasa tetap dengan ragam ekspresi masing-masing. Selain dengan buka puasa bersama, juga aktivitas yang mengiringi setelah acara berbuka. Kita bisa lihat paling tidak tiga organisasi. Pertama, ICMI dalam rangkaian Ramadan menyelenggarakan tarih keliling yang disertai dengan Kajian Ulul Albab.

Acara pertama berlangsung di Ketua Umum MPP ICMI, Arif Satria, di Bogor. Sekalipun berjarak dari Jakarta, tetap saja kehadiran pengurus dan anggota ICMI dalam kegiatan tersebut. Apalagi para pengurus berkendara mobil, bukanlah masalah dari tol ke tol dalam perjalanan di Jabodetabek.

Dalam Kajian Ulul Albab diawali dengan pengantar diskusi oleh Yudi Chrisnandi yang kemudian pernah bertugas sebagai Duta Besar RI di Ukraina. Diteruskan dengan komentar berturut-turut Andi Faisal Bakti, Bima Arya Sugiarto, dan Rokhmin Dahuri. Ditutup dengan beberapa hal oleh Jimly Asshiddiqie. Disebutkan penugasan Ukraina, dimana Yudi sesekali mengaitkan diskusi dengan kondisi Ukraina.

Dalam pelaksanaan buka puasa di rumah ketua umum ICMI diselenggarakan bersama dengan KAHMI Bogor, dan IPB. Pelaksanaan acara ini bersama-sama, dimana tiga entitas ini melekat pada orang-orang tertentu secara bersama. Selain sebagai pengurus ICMI, juga anggota KAHMI, dan bekerja di IPB.

Tarwih keliling ini dilanjutkan dengan tuan rumah, Jafar hafsah, dan Ilham habibie. Rangkaian tarwih terakhir terlaksana di Sulkifli Hasan yang juga dirangkaian dengan kajian Ulul Albab.
Baik di tarwih yang pertama, kemudian tarwih yang terakhir, tema tentang kondisi politik menjadi bagian dalam pembahasan. Apalagi, Jimly Asshiddiqie yang pernah menjadi ketua mahkamah konstitusi, dan dalam kesempatan terakhir mejalankan tugas adhoc Mahkamah Etik Mahkamah Konstitusi.
Sehingga pengalaman dalam rentang waktu puluhan tahun itu, juga dituturkan dan dijadikan sebagai bahan cerita dalam pelaksanaan kajian. Ini dapat diartikan bahwa diskursus muslim Indonesia kontemporer, tidaklah memisahkan tema-tema percakapan antara politik dan sikap beragama.

Kedua, Dewan masjid Indonesia melaksanakan Safari Ramadan yang dijadwalkan setiap subuh. DMI menyebutnya Safari Ramadan kolaborasi ormas. Tercatat dua puluhan ormas yang ada di Maros (Sulawesi Selatan) turut bergabung dari 50-an ormas yang eksis.

Ragam tema berkisar tentang memakmurkan masjid, juga terkait dengan penyelarasan manajemen masjid. Begitu pula dalam kesempatan ini, bersama-sama dengan ikadi dalam mengenalkan program kerja DMI Maros diantaranya penomoran registrasi masjid, vakum untuk karpet masjid, dan pembangunan masjid DMI.

Warga DMI dengan concern dalam mengurus dan memakmurkan masjid, pada saat yang sama juga adalah pengurus MUI. Dari sosol individual itu pula, kemudian ada identitas Muhammadiyah, NU, DDI, Mathlalul Anwar, dll.

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia Maros menggunakan nama Safari Dai/Daiyah. Semangat MUI selain dalam menyertakan dai, juga daiyah. Termasuk bekerja sama dengan Baznas Maros untuk menyebarluaskan tema zakat, infaq, dan sadaqah.

Tiga aktivitas ini, menjadi program dalam kaitan respon pasca pandemi. Aktivitas tatap muka sepanjang pagebluk covid-19 serba terbatas dan dibatasi. Sehingga kegiatan seperti ini, tidaklah dapat diselenggarakan secara luas. Sekalipun tetap terlaksana, hanya dapat mengundang peserta dalam jumlah yang dibatasi sesuai kapasitas tempat pelaksanaan.

Selain soal silaturahmi, dapat pula kita saksikan tentang kosmopolitan. Dimana individual muslim tidak lagi setakat menyandang satu identitas tertentu. Bahkan bisajadi memegang entitas yang berganda dan jamak. Sehingga kehadiran dalam sebuah silaturahmi tidak lagi sebatas satu organisasi saja.

Selanjutnya, terkait dengan Islam dan politik. Aktivitas politik praktis tidak lagi dianggap sebagai sebuah tema yang asing. Bahkan diskusi terkait dengan isu keagamaan, tidak dapat dilepaskan dari kaitan dengan politik praktis. Hanya memandang politik dengan melihat dalam kerangka makro dan dilihat sebagai kepentingan keumatan.

Dalam kerangka masyarakat muslim Indonesia tarwih keliling dapat menjadi sarana pemberdayaan masyarakat (Nurlailasari, 2022). Bahkan bisa menjadi komunikasi pembangunan (Thibburruhany, 2022). Pelaksanaan tarwih ini dilihat sebagai media dakwah (Yulista, 2018).

Dalam kaitan dengan silaturahmi, tarwih yang dilaksanakan sebagai sarana pertemuan keluarga (Rosdiana, 2017). Bisa juga dimaknai keluarga dalam arti organisasi. Sehingga dengan melihat kepentingan ini, maka silaturahmi dilaksanakan walau dalam pelbagai bentuk yang berbeda. Tetapi tetap saja dengan semangat yang sama, menjaga komunikasi antar individual yang beragam dan majemuk tetapi dipersatukan dengan semangat keorganisasian.

*Ismail Suardi Wekke, Wakil Ketua Umum MPP Pemuda ICMI.

Tinggalkan Komentar