Khozin Tegaskan UU IKN Tak Pernah Menyebut Frasa “Ibu Kota Politik”

DPR: Moratorium IKN Tak Diatur dalam UU, Revisi Rencana Induk Lebih Relevan

Kawasan Istana Kepresidenan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Jakarta, PANRITA.News – Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin, menanggapi sorotan publik terkait munculnya istilah “ibu kota politik” dalam lampiran Perpres Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah yang diteken Presiden Prabowo Subianto. Perpres tersebut merevisi aturan sebelumnya, yakni Perpres Nomor 109 Tahun 2024.

Khozin menegaskan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Negara (IKN) tidak ada satu pun pasal yang menyebut istilah ibu kota politik. Menurutnya, UU hanya menegaskan bahwa IKN berfungsi sebagai pusat pemerintahan.

“Dalam UU IKN, spirit yang kita tangkap jelas: menjalankan fungsi pusat pemerintahan sebagaimana diatur pada Pasal 12 ayat (1). Tidak ada sama sekali frasa ibu kota politik,” kata Khozin, Minggu (21/9/2025).

BACA JUGA:  DPR Dorong Muatan Lokal Masuk Kurikulum Sekolah Rakyat

Politisi PKB itu pun menilai penggunaan istilah baru perlu diperjelas agar tidak menimbulkan multitafsir. Ia mempertanyakan apakah ibu kota politik dimaknai sama dengan ibu kota negara, atau sekadar istilah penyebutan semata.

“Kalau dimaknai sama dengan ibu kota negara, tentu ada konsekuensi politik dan hukum yang tidak sederhana,” ujarnya.

Khozin mengingatkan bahwa berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN, perpindahan ibu kota negara hanya bisa dilakukan melalui Keputusan Presiden. Artinya, perubahan definisi harus melibatkan seluruh cabang kekuasaan negara dan juga diperhitungkan dampaknya bagi lembaga internasional yang ada di Indonesia.

BACA JUGA:  DPR Soroti Ribuan Desa Sah Administrasi Dinyatakan “Ilegal” di Kawasan Hutan

“Ketika ibu kota negara benar-benar dipindahkan ke IKN, maka konsekuensi politik, hukum, hingga administrasi harus disiapkan jauh-jauh hari. Tidak hanya pemerintah, tapi juga lembaga di luar pemerintah serta mitra internasional,” tegasnya.

Meski begitu, Khozin menekankan jika yang dimaksud ibu kota politik hanyalah istilah lain dari pusat pemerintahan sebagaimana diatur dalam UU IKN, maka sebaiknya pemerintah tidak perlu membuat frasa baru.

“Kalau maksudnya hanya pusat pemerintahan, cukup sebut itu saja. Jangan bikin istilah yang justru menimbulkan tanda tanya di publik,” pungkasnya.

Comment