Tidak Lama Lagi, Indonesia Kuasai PT Freeport

Tambang Emas PT Freeport

Jakarta, PANRITA.News – Pemerintah saat ini sedang menuntaskan pengambilalihan 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Divestasi saham merupakan salah satu syarat yang diajukan pemerintah kepada Freeport, jika perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) itu ingin tetap mengelola Tambang Grasberg di Papua sampai 2041.

Saat ini, 90,64% saham PTFI dimiliki oleh PT Freeport McMoRan Inc, dan 9,36% dimiliki oleh pemerintah Indonesia.

Untuk menguasai 51% saham Freeport, PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum selaku induk usaha holding BUMN pertambangan akan membeli 40% Participating Interest (PI) alias hak kelola Rio Tinto yang akan dikonversi menjadi saham PTFI.

Sebenarnya Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani PTFI pada 1991 sudah mewajibkan divestasi 51% saham kepada pihak nasional Indonesia.

Pasal 24 KK tahun 1991 menyebutkan, kewajiban divestasi PT Freeport terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama adalah melepas saham ke pihak nasional sebesar 9,36% dalam 10 tahun pertama sejak 1991. Kemudian divestasi tahap kedua mulai 2001. Freeport harus melego sahamnya sebesar 2% per tahun hingga kepemilikan nasional menjadi 51%.

Artinya, 51% saham PT Freeport Indonesia harusnya sudah berada di tangan pemerintah, BUMN, BUMD, atau swasta nasional sejak 2011. Sementara baru 9,36% saham yang sudah didivestasikan ke pemerintah sampai detik ini.

Tetapi PTFI tak merasa berkewajiban melakukan hal itu. Sebab, Pasal 24 d menyatakan bila pemerintah memberlakukan kebijakan lain terkait divestasi yang lebih ringan daripada ketentuan KK, ketentuan yang lebih ringan itu yang berlaku.

Pada 1994, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 (PP 20/1994). PP ini mengizinkan kepemilikan 100% oleh Penanaman Modal Asing (PMA). Dengan adanya PP. 20/1994 ini, PTFI merasa tak lagi berkewajiban melepas 51% sahamnya.

Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang muncul 18 tahun sesudah KK juga ditafsirkan berbeda oleh pemerintah dan PTFI. UU Minerba mewajibkan perusahaan tambang asing melakukan divestasi 5 tahun setelah berproduksi.

Pemerintah menginginkan KK disesuaikan dengan ketentuan UU Minerba, tidak boleh bertentangan. Dasarnya adalah Pasal 169 b UU Minerba yang meminta KK disesuaikan dalam waktu 1 tahun sejak Undang-Undang diterbitkan.

Di sisi lain, Pasal 169 a aturan yang sama menyatakan KK yang telah ada sebelum terbitnya UU Minerba dihormati sampai masa berlakunya habis. Pemerintah berpegang pada Pasal 169 b, sedangkan PTFI menggunakan Pasal 169 a untuk mempertahankan isi KK sebagaimana adanya.

Pada 20 Februari 2017 lalu, induk usaha PTFI, PT Freeport McMoRan Inc, sempat mengancam akan menggugat pemerintah Indonesia ke arbitrase karena merasa KK yang dipegangnya tak dihormati. Ancaman itu dibalas dengan tanggapan keras juga oleh pemerintah.

Meski demikian, suasana panas mereda dan kedua belah pihak bersedia duduk di meja perundingan. Ada 4 isu yang dibahas dalam perundingan antara pemerintah dan PT. Freeport, yaitu divestasi saham, kelanjutan operasi PTFI di Tambang Grasberg pasca 2021, jaminan stabilitas investasi jangka panjang, dan pembangunan smelter.

27 Agustus 2017, PT Freeport McMoRan Inc akhirnya menyatakan bersedia mengurangi kepemilikannya di PTFI sehingga entitas Indonesia bisa memiliki 51% saham di PTFI.

Kemudian pada 24 September 2017, PT. Freeport menawarkan struktur divestasi kepada pemerintah. Selanjutnya pada 30 Oktober 2017, Kementerian BUMN, Inalum, dan Rio Tinto melakukan perundingan terkait akuisisi 40% hak kelola Rio Tinto.

40% hak kelola Rio Tinto secara de facto setara dengan menguasai 40% PTFI dengan hak dan kewajiban yang hampir 100% sama dengan PT. Freeport McMoRan Inc yang memiliki 90,64% saham.

Secara economic interest, Freeport McMoRan Inc. hanya memiliki 54,32% saham PTFI, sementara Rio Tinto memiliki 40% saham PTFI, dan pemerintah Indonesia hanya 5,68% saham PTFI.

Pada 7 November 2017, berlangsung perundingan antara pemerintah, Inalum, dan Rio Tinto terkait akuisisi 40% PI Rio Tinto untuk dikonversi menjadi saham PTFI. Di 28 Februari 2018, Inalum secara resmi mengajukan penawaran non-binding offer kepada Rio Tinto terkait rencana akuisisi 40% hak kelola.

Inalum sudah sangat intens bernegosiasi dengan Rio Tinto. Sebenarnya tak ada masalah soal uang, konsorsium yang terdiri dari 7 bank sudah siap mengucurkan dana ke Inalum untuk transaksi tersebut.

Namun, Inalum tak bisa segera mengakuisisi hak kelola Rio Tinto karena divestasi saham merupakan bagian dari 4 isu yang dinegosiasikan pemerintah dengan Freeport. Inalum harus menunggu selesainya perundingan pemerintah dengan Freeport.

Untuk memuluskan perundingan tersebut, Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam kunjungannya ke AS pada 23-29 Juni 2018 menyempatkan diri untuk bertemu dengan CEO PT Freeport McMoRan Inc. Richard C Adkerson.

Sepulang dari AS, Jonan melaporkan hasil pertemuannya ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu yang dilaporkan adalah nilai akuisisi saham PTFI yang berada di kisaran USD 3,5 miliar-4 miliar atau sekitar Rp 49 triliun-56 triliun (kurs USD 1: Rp 14.000).

“Moga-moga dalam dua minggu ini, tapi ini finalisasi masih terkait dengan lingkungan hidup, masih ada (perundingan) dengan keuangan. Nilai final negosiasi antara USD 3,5 miliar ke USD 4 miliar ini masih finalisasi, kami sudah agree.” ungkap Menteri BUMN Rini Soemarno, akhir pekan lalu.

Menurutnya, angka tersebut merupakan final yang didiskusikan bersama dengan Adkerson. Hingga saat ini, proses yang tersisa adalah pengaturan administrasi serta detail perjanjian yang disepakati kedua belah pihak. Hal lain yang masih mengganjal dalam negosiasi adalah masalah lingkungan di area tambang Freeport.

Adkerson pun pekan ini sudah berada di Indonesia untuk menyelesaikan perundingan dengan pemerintah. Menurut informasi dari sumber kumparan, ada kemungkinan divestasi saham Freeport disepakati dan diumumkan langsung oleh Jokowi pada Jumat (6/7/2018).

“Tapi tergantung hasil negosiasi hari ini.” ujarnya saat dihubungi, Kamis (5/7/2018).

Divestasi 51% saham PTFI diharapkan membuat kekayaan alam di Tambang Grasberg dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33 ayat 3.

“Salah satu aset terbesar milik bangsa, doakan saja bisa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.” kata Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin, beberapa waktu lalu.

Sumber: Kumparan.com |

Tinggalkan Komentar