Makassar, PANRITA.News – Puasa Ramadan, sebagai ibadah maka tidak ada pilihan selain ketaatan. Bonusnya, sampai pada kesehatan. Setiani (2017) mengkonfirmasi dalam penelitian disertasi bahwa fungsi endotel bagi penderita diabetes akan semakin baik dengan adanya puasa. Begitu pula dengan Hardika (2021), sebelum itu Zasli (2020) juga menemukan hal yang sama bahwa dengan adanya puasa bagi penderita diabetes tingkat II, akan menjadi kesempatan sebagai terapi.
Ada satu pesan yang dipercayai sebagai hadis. “Berpuasalah niscaya kalian akan sehat.” Disebutkan bahwa ini diriwayatkan Ath Thabrani dalam Mu’jam al Awsath. Sekalipun dalam urusan rawi, dinyatakan lemah. Tetapi ini tetap menjadi pegangan dan bahkan dijadikan bahan ceramah dari mimbar ke mimbar.
Sekaligus menjadi tantangan bahwa rujukan bagi masyarakat muslim terkait dengan hadis begitu beragam. Ramadan sebagai bulan yang menandai dengan turunnya Alquran tidak menjadikan halangan untuk meneruskan kajian hadis sebagai kelanjutan untuk belajar. Olehnya, momentum Ramadan sekaligus kesempatan belajar Alquran dan juga hadis.
Sekalipun selama sebulan itu merupakan terlihat perjuangan fisik, tetapi Barkatulla (2009) justru mengemukakan bahwa ini adalah detox spiritual. Miu (2019) juga mengemukakan bahwa ada keterkaitan antara puasa dengan spiritual, fisik, dan kesehatan sosial. Ma’mun (2016) menyatakan puasa menjadi sarana pembentukan karakter personal. Tanpa menafikan bahwa ada individu tertentu yang hanya Being Good in Ramadan (Schielke, 2009).
Keberadaan Ramadan tidak saja sebagai masa-masa belajar. Juga dalam temuan Shalihin & Sholihin (2022) bahwa di akhir Ramadan dapat mewujudkan solidaritas dan kohesi sosial. Moller (2005) menjelaskan bahwa dalam kaitan dengan bulan puasa, tarawih menjadi instrumen dalam aktivitas sepanjang bulan. Bukan saja sebagai ritual belaka, namun juga sebagai sebuah bagian dari kebudayaan.
Ini juga dilaksanakan di kalangan secara luas, tidak mengenal identitas keagamaan. Sekalipun itu dari kalangan modernis. Sebagaimana penjelasan Hefner (1987) bahwa adanya pergerakan muslim Indonesia sekalipun terbagi atas tradisional dan modernis tetap saja menjadikan masa kenabian sebagai orientasi.
Karya klasik Geertz (1960) dengan Religion of Java (sekalipun tanpa menafikan kritik) sejatinya dapat dibaca sebagai sebuah gambaran yang sama sampai saat ini. Konteks pemilu 2024 yang melihat bahwa keterwakilan Islam Indonesia dirasa cukup dengan keberadaan muslim Jawa. Maka untuk melihat Indonesia sama halnya dengan Islam Indonesia. Gambaran berikutnya bahwa Islam Indonesia dilihat dalam dua afiliasi yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Sejatinya, organisasi keagamaan Islam Indonesia ada Muhammadiyah, NU, dan bukan keduanya. Ada puluhan organisasi secara mandiri dan independen, bukan merupakan afiliasi atau badan otonom dari keduanya. Sehingga terlihat hanya ada dua arus dalam penentuan awal Ramadan. Padahal masing-masing organisasi selain kedua tadi, juga turut melakukan penetapan sesuai dengan
Bagi muslim Indonesia, puasa dan aktivitas yang mengiringinya menjadi bagian dari kebudayaan. Serpihannya adalah terkait dengan agama. Ketika datang Ramadan, maka penentuan memulai puasa menjadi bagian dari dikusi dan kesempatan belajar.
Termasuk bagaimana mengkaji kembali khazanah keagamaan, baik teks keagamaan maupun keilmuan modern.
Selanjutnya, menjadi muslim Indonesia tidaklah sesederhana soal agama belaka. Dengan menjadi muslim dan juga Indonesia, adalah sebuah “kerumitan” tersendiri. Pada saat yang sama juga adalah soal yang sangat sederhana.
Ramadan yang intinya adalah puasa, kemudian diikuti dengan buka puasa bersama, tarawih, tadarrus, sahur (diantaranya sahur on the road), dilanjutkan dengan zakat. Akhir semuanya ditutup dengan idul fitri, makan-makan, silaturahmi, dan puasa Syawal. Ini menggambarkan betapa Ramadan bukanlah soal puasa saja. Ada pula tentang kesehatan, kesehatan mental, dan psikologi yang sehat di dalamnya. Sehingga terlihat bahwa Ramadan bukan lagi sekadar ritual tetapi telah menjadi bagian dari kehidupan dalam pelbagai aspek.
*Ismail Suardi Wekke, Wakil Ketua Umum MPP Pemuda ICMI.
Tinggalkan Komentar