Makassar, PANRITA.News – Usai berbuka puasa. Dalam satu bangunan, saya menuju ke lantai 26, namun saya perhatikan di lift tidak tersedia angka 13 dan 14. Ada diantara masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa sebuah angka bisa membawa kesialan. Senyampang dalam Ramadan, kita senantiasa juga dibarengi juga dengan soal angka.
Sebelum kita meneruskan pembahasan tentang itu, teringat dengan Waltershausen (1856) yang menulis khusus tentang memorial Carl Friedrich Gauss yang menyatakan bahwa matematika adalah ratu ilmu pengetahuan. Sampai kemudian dengan adanya angka 0 dan 1 yang dijadikan salah pintu masuk dalam penemuan algoritma. Pada gilirannya mewarnai kehidupan kita dengan komputer.
Hanya saja bagi Muhammadiyah, angka 13 ini didesakralisasi. Justru dalam penentuan formateur di pelbagai jenjang pemilihan pimpinan, justru dipilih angka 13. Sekaligus untuk membuang anggapan soal kesialan. Sehingga aktifitas Muhammadiyah, tidaklah bergantung pada soal angka yang dianggap sial itu.
Begitu pula, ketika PAN masih dipimpin Amin Rais. Mendapatkan urutan 13 dalam penomoran partai. Justru dianggapnya sebagai sebuah keberuntungan, dan pada saat itu memang beruntung. PAN bisa lolos ke parlemen, walau dengan angka yang tidak banyak melampau Parliament Threshold.
Dimana sejak pertama kali penentuan datangnya Ramadan, percakapan sudah mengemuka dengan menggunakan angka. Diantaranya yang yang diperbincangkan adalah soal hisab dan rukyat. Hisab itu sepenuhnya adalah hitungan, dan sebagai sebagai sebuah hitungan tentu saja terikut dengan angka.
Selanjutnya, ibadah tarawih dan kemudian witir terkait pula dengan angka ganjil genap. Dimana tarwih dijalankan dengan rakaat genap. Sementara khusus untuk witir diselesaikan dengan angka ganjil.
Kemudian perjalanan Ramadan senantiasa diiringi dengan angka. Malam pertama, dan seterusnya. Kita telah melewati malam ketujuh belas. Itu juga salah satu angka dilekatkan lagi pada pada aktivitas sepanjang Ramadan. Termasuk nantinya hitungan untuk sampai pada Ramadan sebagaimana dalam bulan hijriyah yang angkanya 29 atau 30. Berbanding dengan perhitungan bulan masehi yang sudah menentukan setiap angka dalam semua bulan.
Alquranpun juga terkait dengan angka. Bahkan sebuah buku tafsir karya Abu Zahra al-Najdi diterbitkan khusus mengkaji kaitan antara Alquran dan angka. Termasuk bagaimana menjelaskan kemukjizatan Alquran berdasarkan analisis angka. Begitu pula dengan penjelasan Surur & Pujilestari (2021) tentang angka genap-ganjil.
Skripsi lainya berjudul I’jaz ‘adadi (Mustar, 2015). Ini membahas secara khusus angka 7 dan 19 dalam Alquran. Sementara dani (2012) secara khusus hanya membahas soal angka 7 dalam karya kitab Mafaatih Al-Ghaaib. Nampaknya, melalui angka terdapat misteri tersendiri. Kemudian ini perlu dikaji secara ilmiah dan menyeluruh untuk mengungkapkannya. Bahkan ulama kita juga membahasanya dalam pelbagai kitab.
Sampai pada akhirnya, menuju penghujung Ramadan kita akan senantiasa menghitung malam-malam ganjil. Supaya bisa berupaya mendapatkan malam lailatul qadr. Rupanya intensifikasi ibadah tidaklah bisa dilepaskan dengan panduan pada angka juga.
Satu hal lagi, soal zakat. Ini terkait dengan nishab. Itu juga dikalkulasi berdasarkan angka dengan perhitungannya tersendiri. Termasuk saat mengeluarkan zakat fitrah, ada hitungan berapa kewajiban setiap orang. Melalui Baznas masing-masing kota/ kabupaten telah ditetapkan besaran zakat fitrah sesuai dengan kondisi beras di daerah. Maka, setiap rumah tangga juga perlu menghitung sesuai dengan beras yang dikomsumsi untuk dikeluarkan zakat fitrah.
Angka-angkalah yang kemudian mengiringi perjalanan kehidupan manusia. Perputaran siang dan malam, semuanya juga berhubungkait dengan angka dan bilangan. Sampai kemudian akumulasi hari membawa minggu. Dari minggu ke bulan. Selanjutnya, bulan ke tahun. Masing-masing dengan takaran ketentuan masing-masing.
Dengan misteri yang ada, maka angka kemudian dimaknai sesuai dengan kapasitas dan persepsi manusia. Kemudian wujud pemahaman tertentu soal angka yang disukai dan angka yang membawa pada keberuntungan ataupun kesialan. Sehingga angka 13 dan 14, tidak dipakai oleh kalangan tertentu karena pemahaman yang dipakainya untuk menggunakan angka.
*Ismail Suardi Wekke, Wakil Ketua Umum MPP Pemuda ICMI.
Tinggalkan Komentar