Ramadan Separuh Jalan, Merayakan Ramadan Bersama Media Sosial

Makassar, PANRITA.News – Kita memasuki pekan kedua, bukan suci Ramadan 1445 H. Dalam kurun waktu empat belas hari ini, Ramadan kini bersisian dengan dengan media social dan pernak-pernik dunia digital lainnya. Peristiwa Ramadan terekam dalam pelbaai platform, termasuk dalam urusan berbuka puasa (Wiryanti & Ratnasari, 2023). Selain soal meme, juga dengan lelucon lainnnya yang diproduki konten creator. Juga kita mendapatkan “hiburan” yang disebut takjil war.

Menyiapkan berbuka puasa dengan yang kemudian diandaikan seperti ketika berburu tiket konser. Sekaligus menjadi lelucon. Dimana ini diawali dengan khutbah seorang pendeta di Manado terkait dengan menyambut bulan suci Ramadan. Sesekali pula ada lakonan yang disebut dengan nonis (perempuan warga non muslim). Mereka juga turut berburu takjil, dan menyertai buka puasa bersama.

Adapun buka puasa bersama yang dihadiri warga non muslim, ini merupakan peristiwa yang lazim jikalau itu di Papua. Saat-saat berbuka puasa bersama para pejabat ataupun masyarakat juga mengundang tetangga non muslim. Merekapun hadir dengan suka cita dan turut merayakan kehadiran Ramadan. Dalam acara buka puasa bersama, merekapun berpartisipasi yang bolehjadi ini sebagai makan malam belaka.

Di samping tentang harmoni, buka puasa juga bisa menjadi alat politik. Dengan selesainya hari pencoblosan, dan juga penetapan rekapitulasi suara dari KPU, maka sudah ada gambaran tentang tiket pilkada. Dalam suasana Ramadan ini, sebuah kesempatan emas untuk menjalin komunikasi baik secara internal maupun eksternal yang dikemas dalam acara buka puasa bersama.

Wadipalapa (2015) menggambarkan bahwa buka puasa bersama yang disingkat bukber dijadikan sebagai kesempatan untuk menyatukan pandangan. Termasuk dalam soal politik. Sehingga pasca pandemik yang tidak lagi dibatasi, maka bukber ini akan menjadi alat yang efektif untuk menghubungkan kepentingan politik orang perorang.

Sekilas kita menengok suasana Ramadan di masa-masa pagebluk. Kesempatan berbuka puasa justru perlu disertai dengan disinfektan, dan juga pencegahan penyebaran corona (Hadya & Haryati, 2022). Ramadan saat itu adalah bulan yang suci, tidak menjadi sebuah perayaan komunal. Terbatas pada keluarga inti, dan lingkungan rumah saja.

Makan-makan ataupun perayaan yang disertai dengan makan bersama menjadi alat pemersatu. Sekalipun ada perbedaan agama dan keyakinan, tetap saja lintas golongan tetap guyub dan justru saling mengunjungi serta juga berbagi.

Seperti halnya, awal puasa yang juga menjadi momen bagi masyarakat Hindu di Bali yang merayakan Nyepi. Tidak menjadi penghalang bagi keduanya untuk masing-masing menjalankan ibadah sebagaiamana agama yang dianutnya.

Sebagaimana biasanya di dunia maya, maka kemudian diikuti oleh pelbagai akun dengan variasinya masing-masing. Sehingga ini yang menjadi warna dalam mengiringi perjalanan mengakhiri hitungan dalam dua minggu Ramadan kali ini.

Satu hal lagi, ucapan selamat datangnya Ramadan, dan dugaaan saya juga nantinya menyambut idul fitri, tidak lagi disyiarkan melalui media massa. Kini, dengan hadirnya media sosial, setiap pengguna dapat menjadikannya sebagai platform untuk “bergaul”.

Interaksi warga dengan adanya media sosial ini, kemudian lebih terbuka. Bukan lagi dengan memasang iklan. Cukup dengan menyediakan flyer atau poster. Bagi yang memiliki kemahiran tertentu, bisa membuat video. Namun tidak sebatas itu saja, bahkan cukup dengan mengetikkan kata-kata atau sekalipun menyalin dari akun pengguna lainnya. Atau di grup percakapan WhatsApp, meneruskan apa yang sudah dikirim orang lain.

Ragam menyambut Ramadan tidak monoton melalui radio atau televisi semata-mata. Jika sebelum ini, lelucon warung kopi kadang mempercakapkan bahwa jikalau sudah ada iklan sarung dan juga iklan minuman, itu tandanya Ramadan sudah dekat.

Beragama saat ini, dalam iringan media sosial. Kehidupan kita melekat dan berjalan bersama dengan adanya media sosial. Itu bahkan menjadi bagian kehidupan tersendiri. Masa-masa pandemi yang telah berlalu menjadi saat melimpahnya peningkatan penggunaan media sosial, ketika itu kita berdiam di rumah masing-masing. Kini sekalipun pandemi telah berlalu, tetap saja media sosial dijadikan sebagai sandingan kehidupan.

*Ismail Suardi Wekke, Wakil Ketua Umum MPP Pemuda ICMI.

Tinggalkan Komentar