Anggitan “kota” sebagai pusat peradaban dan kekuasaan, dalam sejarah, diketemukan jejaknya misalnya dalam tradisi Yunani Antik. Si empunya nama agung, Platon, filsuf Yunani Antik yang hidup sekira Abad 4 SM, dalam karya monumentalnya Republic, mengenalkan konsep pholis, yang secara generik semakna dengan “kota”, dan kelak “negara-kota”. Itu sebab, pusat kekuasaan politik dan peradaban Yunani Antik kelak tumbuh subur di sejumlah pholis , diantaranya, Athena, Sparta, Troya, dst.
Anggitan pholis ini pula yang jadi akar sejumlah konsepsi modern: politics, police, policy, dst., yang mengandaikan jika pholis mengandung anasir perihal “pengaturan urusan politik” (relasi warga-warga dan negara-warga), “ketertiban warga”, dan “kebijakan yang berpihak pada warga” atau res-publica dalam pendakuan Arrendt.
Dalam tradisi Islam, anggitan “negara-kota” dikonstruksi secara genial oleh Rasulullah Muhammad saw. yakni, madinatun yang lebih kurang sekandung arti dengan pholis. Salah satu jejak peradaban yang dibangun Nabi pasca hijrah adalah Madinah al-Munawwarah atau “Kota Agung yang dilimpahi Cahaya”.
Anggitan madinatun (“kota”) seakar kata dengan din (“agama”), dan tamaddun (“peradaban”) dari kata dasar dn. Itu sebab, Madinah al-Munawwarah yang mengganti konsep kota “lama” Yastrib, dalam perspektif Kuhnian, telah berlangsung pergeseran paradigma ( paradigm shifting) dari paradigma “lama” , Yastrib ke paradigma baru: Madinah al-Munawwarah yang dapat dimaknai sebagai “Negara-Kota yang Berkeadaban Tinggi di bawah Limpahan Cahaya Ilahi”.
Dalam anggitan Madinah Al-Munawwarah, sebab itu, sebagai sebilah konsep “negara-kota” yang diaktualkan Nabi dalam sejarah, mengandaikan beberapa aspek yang bertaut secara kukuh: tata ruang pisik arsitektural ( place ) dan tata ruang sosial, ekonomi, kultural, intelektual, dan spiritual ( space).
Ketika Pemerintah Pusat berkeinginan kuat “mimindahkan” ibu kota negara dari Jakarta ke salah satu titik di Kalimantan Timur, maka anggitan pholish dan juga madinah al-munawwarah dengan kandungan masing² nilai ontologis dan epistemik-konseptual yang direngkuhnya, mungkin dapat dipertimbangkan sebagai bahan kajian mendalam, sebagai gagasan yang pernah aktual dalam sejarah peradaban kemanusiaan yang cemerlang.
Kota, sebab itu niscaya menampilkan paras ganda: pesona arsitektural yang memukau dan kelembutan jiwa sosio-kultur-spiritual yang menyengat.
Salam PANCASILA!
Oleh: Muhammad Sabri
Direktur Pengkajian Materi BPIP RI
Video yang mungkin anda sukai:
Tulisan ini adalah kiriman dari publisher, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan
Tinggalkan Komentar