Proyek OBOR: Untung atau Buntung?

Penulis: Suriana Binti Ardi, aktif di organisasi FLP (Forum Lingkar Pena), Ranting UIN Alauddin Makassar. Juga tercatat sebagai Mahasiswi Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar.

Sabtu, 27 April 2019, menjadi hari bersejarah bagi China dan Indonesia. Kedua Negara telah menandatangani 23 kesepakatan kerja sama untuk sejumlah proyek di bawah panji kebijakan luar negeri pemerintah China yang dikenal sebagai One Belt One Road (OBOR) atau Belt Road Initiative (BRI). Wakil Jusuf kalla yang meyaksiakan penandatanganan sejumlah MoU tersebut meyampaikan harapannya kepada sekitar 400 pengusaha China dan Indonesia agar pelaksanaan proyek-proyek dapat berjalan dengan baik dan konsisten dengan skema B-to-B yang telah disepakati (Tirto.id).

Garut, (Shautul Ulama)-Bertempat Di Pondok Pesantren Darussalam, Wanaraja, Garut,  Ahad 7 Ramadhan 1440/12 Mei 2019 Telah Berlangsung Multaqo Ulama Ahlusunnah. Multaqo aswaja ini dihadiri lebih dari ulama, kyai, habaib, pengasuh pondok pesantren serta Muhibbin dari seluruh Indonesia. Mereka berkumpul untuk membahas persoalan krusial yang baru saja ditanda tangani, yaitu kerjasama China yang dikenal dengan OBOR. Ulama berpandangan bahwa proyek OBOR ini hanya membuat Indonesia mengalami kerugian alias buntung (Media Shautul Ulama 12 mei 2019).

Inisiatif dari satu sabut satu jalan OBOR adalah suatu strategi pembangunan yang diusulkan oleh pemimpin tertinggi Tiongkok XI Jinping yang berfokus pada konektitivitas dan kerjasama antara Negara-negara Eurasia, terutama negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT), proyek ini  berbasis daratan dan Jalur Sutra Maritim Lintas Samudra. Strategi ini merupakan strategi baru bagi China untuk kembali mengambil peran besar dalam urusan global dengan sebuah jaringan perdagangan yang berpusat di Tiongkok. Sebagaimana telah diungkapkan pada September 2013 sekaligus di promosikan oleh perdana menteri Li  Keqiang dalam kunjungan kenegaraan Asia dan Eropa dan inisiatif ini disebut dengan Satu Sabuk Satu Jalan OBOR. Proyek ini di fokuskan pada investasi infrastruktur, materi konstruksi, kereta api, jalan raya, mobil, real state, jaringan listrik dan besi baja yang menjadi target dalam tiga tahun terakhir.     

Untuk melancarkan ide proyek OBOR ini China berinisiatif menggunakan simpanan devisa negaranya sebesar (US$ 3,1 Triliun per Nov 2018). Kemudian digunakan untuk sebagai alat untuk mengikat Negara-negara lain dengan cara  memberikan pinjaman dengan iming-iming bunga rendah (kisaran 2-3%). Dikemaslah dalam bentuk proyek pembangunan infrastruktur dengan bekerjasama dengan perusahan-perusahan China itu sendiri. Dengan inisiatif ini China lebih produktif.   

Dari data yang real ada 68 negara yang masuk ke dalam kerjasama proyek OBOR ini dan 23 negara di antranya beperingkat investasi B yang berpeluang gagal bayar. Menurut data ada 8 negara yang mengalami jebakan OBOR ini yaitu, Pakistan,Maladewa, Montenegoro, Laos, Mongolia, Djibouti, Kyrgyzstan dan Tajikistan. Pakistan termasuk Negara yang terparah karena telah terikat perjanjian China-Pakistan Economic Crridor senilai USD 62 miliar atau Rp 903 Triliun.

Lantas bagaimana jikah Negara-negara yang begabung dalam proyek OBOR ini gagal bayar? Nah disinilah kemudian China memanfaatkan hal tersebut karena Negara yang gagal bayar harus kemudian melewati skema tukar aset. Sebagaimna yang terjadi pada Negara Sri Lanka yang memiliki jumlah pinjaman terhadap China sebesar USD 8 miliar (Rp 116 Triliun). Karena pinjaman tersebut tidak sanggup dibayar oleh Sri Lanka, maka jalan satu-satunya Sri Lanka harus menyerahkan 70 persen saham kepemilikan Pelabuhan Hambantota plus memberika hak kelolanya terhadap Pemerintah Tiongkok selama 99 tahun. Inilah kemudian cara licik yang digunakan China untuk menguasai ekonomi global. Di Indonesia sendri ada 13 proyek OBOR tersebar salah satunya Kalimantan, sumatara dan jawa.

Sangat jelas bahwa proyek OBOR ini  menciptakan kolonialisme utang (debt colonialism). Sistem yang kemudian digunakan untuk mengikat dan menjajah Negara dengan lilitan utang yang kemudian membawa kemudahan bagi Tiongkok untuk aset dan tanah diberbagai Negara.  Inisiatif OBOR merupakan rencana diplomasi China menguasai jalur perdaganga dunia serta menjaikan proyek ini sebagai alat untuk mepertahankan eksitensi negara dalam kurun waktu yang panjang. Indonesia kini sudah masuk dalam pegadaian dunia.

Sangat tampak kerusakan yang diakibatkan oleh proyek OBOR ini ditambah lagi cara pandang penguasa negeri ini, adalah utang bukan lagi sebagai financial bridging memenuhi liquidity mismatch. Investasi Timur (Tiongkok, Jepang dan lain sebagainya) dibidang infrastruktur,sesungguhnya ada bahaya besar dan jangka panjang yang turut dibawah hal ini guna untuk melengkapi dominasi asing atas negeri ini dan lainnya. Maka dari itu tidak selayaknya umat muslim negeri ini rela menjadi budak neoliberalisme-neoimperialisme baik asing Barat maupun asing Timur. Jalan satu-satunya keluar dari perangkap asing yaitu dengan kembali kepada panduan Pencipta, dengan ekonomi yang berbasis Ekonomi Syariah. Spesialnya lagi bukan hanya Ekonomi saja tapi (sosial, politik, pendidikan dal lain-lain), dengan seperti itu negara akan cukup cerdas mengelola kekayaan alam sendiri dengan cara mandiri tanpa menyerahkan ke negara lain.

Tinggalkan Komentar