Interupsi, Kami Butuh Ide Bukan Baliho!

Berpolitik seperti apakah yang paling diinginkan masyarakat Bulukumba, khususnya daerah tempatku berdomisili (DAPIL EMPAT)? Tergantung. Tergantung siapa yang ditanya, tergantung kapan pertanyaanya diajukan, tergantung cara bertanya, dan bahkan mungkin tergantung siapa yang bertanya.

Kalau yang ditanya adalah golongan progresif yang berafiliasi terhadap calon tertentu, hasilnya sudah pasti bisa kita bayangkan. Atau kalau yang ditanya adalah golongan menengah yang dilahirkan dalam proses pemilu, jawabannya seperti apa publik pasti bisa menebaknya. Tapi jika yang ditanya adalah Aktivis pemuda dan intelektual mahasiswa, adalah jelas bahwa mereka punya kepentingan dan keuntungan jika aktivitas politik berjalan dalam bentuknya yang paling steril. Artinya mayoritas dari mereka memandang demokrasi sebagai bagian dari kerja – kerja kultural, sosial dan politik sekaligus. Mereka tidak hanya memandang bahwa pemilu hanya membangun pranata dewan perwakilan daerah. Jauh lebih dari itu, pemilu membangun sikap mental, spirit kesamaan, toleransi dan kebebasan.

Tentu, sebuah pandangan yang kutulis ini bukanlah suatu pendapat mutlak atau mewakili populasi dari suara mayoritas di dapil EMAPAT (Kajang – Herlang – Bontotiro), namun setidanya mampu memberikan gambaran seperti apa kira – kira pandangan masyarakat di daerah pemilihan tersebut. Tanpa harus menyoal pertanggung jawaban metodologis kampanye para bakal calon anggota legislative yang tentu sangat variatif dan berani. Disini, saya sedang mencoba menggiring interpretasi kesadaran intelektual yang bersandar pada semangat pembaharuan politik yang berkumandang lewat narasi – narasi kampanye para bakal calon anggota legislative di wilayah saya di desa Tamalanrea Kecamatan Bontotiro.

Adakah demokrasi kita bergerak memilih jalan politik steril? Orientasi menumbuhkan respon rasional dan kreasi aksi kreatif yang mengantar masyarakat menentukan warna system kemasyarakatanya serta membangun sinergi dengan letupan energi kampanye gagasan ujud dari mensucikan hak-hak individu warga masyarakat. Dengan kerterlibatan penuh berbagai lapisan dan kelompok masyarakat dalam pembangunan system politik kita, dengan tegas saya mengatakan, pada titik inilah kita dan kita menginginkan akan sesuatu yang disebut dengan upaya kesepakatan demokrasi.

Dimanakah letak kekuatan dari harapan diatas. Dalam situasi dan kultur politik kita saat ini, kita sangatlah membutuhkan keberanian dari aktor politik kita untuk bersinergi menghasilkan letupan besar yang berdampak pada pertarungan ide dan visi politik. Pendapat terahir ini, adalah cara terbaik menangkap,watak dan dasar opini yang dapat menjadi rujukan bersama masyarakat dengan segala persepsinya tentang seperti apa calon legislatif mempretensikan dirinya seolah ia sedang berada dalam parlemen. Soal nanti siapa yang terpilih, tergantung sebarapa kuat dan konsisiten ia menerjemahkan ide dan visi politiknya.

Kalimat ini tentu saja memancing adanya kekosongan visi dan dugaaan minimnta jualan ide dalam kontestasi yang sedang berajalan, setidaknya dalam tiga bulan terahir. Padahal dilihat dari kompetensi visual, para balak caklon legislatif ini menjual bahasa dalam makna yang sama:setidaknya klaim bahwa ia yang berhak dan yang paling layak, tanpak produktif menjadi jualan visual mereka. Seolah kami ditunjukan bagaimana cara menghadapi masalah saat ini, tanpa mereka harus bicara dan menunjukan alur metodologisnya. Maaf, cara-cara lama yang anda gunakan sudah terbukti efektif membodohi kami.

Kompetisi memberikan peliang sama bai setiap orang, tapi tentu saja memberikan hasil yang berbeda bagi setiap peserta. Kalimat yang dipopulerkan oleh seorang tokoh muda asal dapil empat ini, adalah seruan paling rendah hati dalam menghadapi realitas perbedaan dan kompetisi. Istilah ini, yang oleh Syamsul Bahri Majjaga tegaskan. Bahwa, pastilah dalam kompetisi ada yang kalah dan menang, Akan tetapi, Seperti apapun hasilnya. Sejauh prosedur yang digunakan sudah kompetitif, maka ia dapat dibenarkan secara moral. Prinsip yang di dengungman oleh aktivis pemuda yang juga caleg partai NasDem Dapil empat ini saya pinjam, dalam rangka menchalenge semua calon anggota legislatif di dapil empat untuk mulai menjual ide. Setidaknya atas dasar alasan inilah saya ingin menutup tulisan ini dengan mengutip kalimat Kakanda Zul Majjaga: “Di pemilu kali ini, jika teman-teman aktivis pemuda dan intelektual public ingin melihat komitmen perjuangan saya, lihatlah pikiran- pikiran saya sejak dimulainya tahapan kompetisi ini.

Tinggalkan Komentar