Kunjungan Menhan RI ke Kuala Lumpur: Masa Depan Persahabatan Malaysia-Indonesia

Kunjungan Menhan RI ke Kuala Lumpur: Masa Depan Persahabatan Malaysia-Indonesia

Kunjungan Menhan RI ke Kuala Lumpur: Masa Depan Persahabatan Malaysia-Indonesia.

Penulis: Ismail Suardi Wekke
*Alumni Universitas Kebangsaan Malaysia
**Dosen Pascasarjana IAIN Sorong

Usai berkunjung ke Tiongkok dan Jepang, Mentri Pertahanan RI, Prabowo Subianto juga mengunjungi Kuala Lumpur.

Dalam lawatan di Malaysia, bertemu dengan Mentri Pertahanan Malaysia, Datuk Seri Mohamed Khaled Nordin dan Perdana Mentri Malaysia, Dato Seri Anwar Ibrahim.

Agenda ke luar negeri, menhan yang juga Presiden Terpilih Indonesia sebuah langkah cepat dan tepat. Bahkan strategis dan merupakan masa-masa transisi yang dikelola dengan baik. Sementara itu, tidak sampai sebulan setelah rekapituasi nasional pemilu 2024, Prabowo telah langsung menjalani serangkaian kunjungan persahabatan.

Nantinya, usai pelantikan di Oktober 2024, tidak lagi ada diskursus kemana kunjungan Presiden RI. Sebab Tiongkok dan Jepang bersama Malaysia menjadi tiga negara pilihan Prabowo.

Indonesia-Malaysia: Regional, Jiran, dan Serumpun

Dalam kaitan hubungan Indonesia-Malaysia layaknya tetangga. Ada saja isu-isu tertentu yang kadang memanas. Apalagi kini, “pertengakaran” sebagai tetangga tidak hanya di media sebagaimana masa lalu yang di media massa saja.

Saat ini, bahkan warganetpun menjadikan media sosial kadang sebagai tempat bullying. Atau bahkan pertengkaran. Sebagaimana kita saksikan usai kalah di perhelatan sepakbola Indonesia-Vietnam, warganet di kedua negara masih saling olok.

Beberapa agenda yang perlu menjadi perhatian Presiden RI di masa yang akan datang. Pertama, sempadan kedua negara. Di beberapa titik tertentu, perundingan terkait batas wilayah keduanya belum disepakati.

Sementara itu, jika tidak terselesaikan dan menjadi status quo, pada akhirnya akan menjadi wilayah yang tidak produktif. Dimana wilayah yang tumpah tindih, tidak dibangun dan bahkan menjadi daerah yang tidak bisa disentuh pembangunan sama sekali.

Kedua, tentang pekerja migran. Baik melalui saluran resmi, maupun perjalanan lintas batas illegal, ada saja warga Indonesia yang bekerja di Malaysia.

Mereka tidak mendapatkan perlindungan yang layak. Selalu saja, ada kasus mereka menjadi korban perbudakan dari majikan yang dzalim. Ini tentu tanpa melupakan bahwa diantara warga Malaysia lebih banyak yang arif dan senantiasa menjadi induk semang yang lebih dari seorang atasan.

Hanya saja, melihat pada kasus-kasus tertentu yang harus dicegah dan memberi kenyamanan kepada para pekerja migran.

Termasuk memastikan hak-hak.pekerja itu terselesaikan dan senantiasa dalam koridor hukum.

Terakhir, terkait kerjasama pendidikan Indonesia-Malaysia terutama di ranah Pendidikan Tinggi.
Pembangunan dan pengembangan pendidikan tinggi Malaysia lebih awal tiba dekade lalu.

Perguruan tinggi asing seperti University of Nottingham dari Inggris dengan kampu s di Kuala Lumpur, kemudian Curtin University dari Australia telah berada di Sabah puluhan tahun lalu.

Sementara kita, masih memulai sebatas regulasi dan mulai mengundang investor untuk datang dan membuka perguruan tinggi di tanah air.

Apa yang menjadi kekeliruan Malaysia (jika ada) kita hindari dan justru paling tidak membangun Pendidikan Tinggi kita sama baiknya dengan Malaysia.

Maka apa yang menjadi kemajuan universitas id Malaysia sana perlu diimbas ke Indonesia dalam skema Merdeka Belajar.

Tidak saja mahasiswa tetapi dosen perlu dimagangkan. Sehingga mereka punya daya imajinasi global dan bisa mencerap apa yang telah menjadi jalan sukses pendidikan tinggi Malaysia.

Untuk itu, Indonesia di bawah Kepemimpinan Prabowo menjadi pelanjut, penerus, dan penerima tongkat estapet atas apa yang sudah dilaksanakan presiden Indonesia sebelum ini.

Pada saat yang sama, mengidentifikasi ruang-ruang inovasi yang dapat dilakukan untuk mengartikulasi kondisi kontemporer dan isu global dengan tetap berpijak pada situasi lokal di Indonesia.

Tinggalkan Komentar